Perang uhud sudah usai. Namun belum semua korban yang jatuh ditemukan jenazahnya. Sehingga pada petang itu Umar bin Khatthab bergegas pergi ke Bukit Uhud untuk mencari para korban, barangkali masih ada yang bisa diselamatkan.
Umar mendengar ada suara memanggil-manggil nama Allah sambil minta seteguk air. Dengan sigap Umar melangkah mendatangi asal suara itu. Rupanya seorang prajurit Muslim yang masih muda umurnya dengan luka parah yang mengerikan. Pemuda itu minta minum.
Umar segera berjongkok dan mengangkat kepala pemuda itu. Ia sudah mendekatkan buli-buli airnya ke mulut prajurit tersebut. Sekonyong-konyong dari arah yang lain terdengar suara seorang menyebut-nyebut nama Allah, yang juga minta minum karena kehausan. Pemuda tadi memberi isyarat kepada Umar bahwa ia mengurungkan permintaanya untuk minum dan menyuruh agar Umar memberikan airnya kepadaorang yang memanggil-manggil barusan, barangkali ia lebih membutuhkan air daripadanya.
Maka pemuda tersebut dibaringkannya kembali, dan Umar bergegas menuju suara yang kedua. Tiba di sana, dilihatnya seorang muzahid setengah tua, dengan kedua tangannya telah terkutung, memohon agar Umar bersedia memberinya minum. Bibirnya pecah-pecah, dan wajahnya penuh darah.
Dengan penuh rasa iba Umar mengangkat kepala orang itu. Ia segera menyodorkan tempat air ke mulutnya. Namun menjelang air itu menetes ke bibir prajurit perang yang kesakitan itu di seberang mereka terdengar suara memilukan berseru-seru:
“Allah... Allah.... Haus... Haus....”
Tampak pejuang yang kedua ini juga mendengar suara tersebut. Maka ia menggelengkan kepala, menampik air yang hendak diberikan kepadanya. Dengan suara yang lirih hampir tidak tertangkap oleh telinga Umar, pejuang itu berujar, “Berikan air ini kepada saudaraku itu. Mungkin ia lebih menderita daripada aku.”
Jadi Umar pun bangkit dan meninggalkan tempat itu menuju ke seberang. Di sana seorang tentara Islam yang usianya sudah lanjut tergolek tanpa daya. Pada waktu Umar berjongkok cepat-cepat untuk menolong orang ini, ternyata prajurit tua tersebut sudah keburu menghembuskan napas penghabisan.
Umar sangat sedih. Ia segera meninggalkan prajurit tadi dan tergopoh-gopoh berlari ke tempat prajurit yang termuda tadi memanggil-manggil Allah dan minta air.Sampai di sana, pemuda itu pun baru saja melepas nyawanya.
Umar kian sedih. Tanpa membuang waktu. Ia bergegas kembali ke tempat prajurit kedua yang meminta pertolongan sesudah anak muda itu. Ternyata pejuang yang menderita akibat keganasan perang tidak mampu lagi meneguk setetes air pun karena ia sudah meninggal dunia.
Umar bin Khatthab terpaku di tempatnya berdiri. Begitulah kecintaan sesama Muslim terhadap saudaranya, hingga ketiga-tiganya tidak ada yang sempat minum lantaran lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
Mahbib Khoiron
Disadur dari KH Aburrahman Arroisi, 30 Kisah Teladan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 199